Jumat, Februari 20, 2009

KENAPA KOTA KITA BISA BANJIR ...............

Banjir....... lagi-lagi banjir.......
kenapa bisa terjadi ..?
banyak para pengamat lingkungan the big 5 biologi UNMUL......
Mengatakan bahwa penyebab banjir di kota kita dalah faktor - faktor kecil yang sering dilupakan oleh para pejabat pemerintah yang hanya mementingkan pembangunan dan pemanfaatan hasil sumber daya alam yang melimpah kedalam aspek kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat saja.

Contoh utama yang kami bahas adalah tentang tata ruang perkotaan.....
Dimana kita melihat hal kecil yaitu tentang peraturan dalam pembuatan bangunan perkantoran dan ruko - ruko yang tepat diatas parit - parit pembuangan ,yang membuat kita kesulitan dalam melakukaan pembersihan.
Kemudian dalam pembuatan saluran yang perlu dikaji lagi.
Parit atau selokan yang tidak sesuai dengan kondisi tempat dimana parit itu.
misalnya daerah dangkal,pegunungan,daerah yang mudah menyerap air.

Selain itu teknik pembuatan parit yang bagian dasar di semenisasi... Yang bisa menghambat proses penyerapan air yang mengalir pada saat terjadi hujan atau genangan.

Banyak daerah rawa atau rapak (bhs.daerah) yang dijadikan perumahan - perumahan beton yang menyulitkan air diserap,seharus daerah sperti ini dijadikan daerah pertanian bukan tempat dibangunnya perumahan.

Hal inilah yang faktor lain yang dijadikan bahan pertimbanagan perintah kota samarinda,tenggarong,balikpapan dan kota lain dalam membuat suatu keputusan-Nya.

Tidaknya menyalahkan hutan yang selalu berkurang setiap hitungan menit atu detik.

Apa itu GLOBAL WARMING????

pernahkah terfikir oleh anda , bagaimana seandainya bumi kita meledak akibat dari panas yang berlebihan?????

bumi kita seperti balon yang berisi udara, dimana balon tersebut diletakkan di bawah terik sinar matahari, lama kelamaan balon tersebut akan pecah karena udara didalamnya mengembang, demikian juga dengan bumi kita jika seandainya bumi semakin panas maka bumipun kan meledak, karena suhu bumi tersebut semakin meningkat....

seperti yang kita ketahui sekarang ini, lapisan ozon yang melindungi bumi kita semakin tipis, bahkan menurut penelitiann telah ada lubang yang sebesar negara jepang di lapisan ozon kita,, oleh karena itu sinat UV dapat dengan mudah menembus langsung ke permukaan bumi, hal ini bisa menyebabkan pencairan dari daerah kutub, dimana kita ketahui jika daerah kutub mencair, maka pengaruhnya adalah meningkatnya air laut, dan ini bisa menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang ada di atas permukaan bumi.

menurut anda bagaimanakah cara menaggulangi dampak dari global warming ????

Apa itu GLOBAL WARMING????

pernahkah terfikir oleh anda , bagaimana seandainya bumi kita meledak akibat dari panas yang berlebihan?????

bumi kita seperti balon yang berisi udara, dimana balon tersebut diletakkan di bawah terik sinar matahari, lama kelamaan balon tersebut akan pecah karena udara didalamnya mengembang, demikian juga dengan bumi kita jika seandainya bumi semakin panas maka bumipun kan meledak, karena suhu bumi tersebut semakin meningkat

ILLEGAL LOGGING

Beberapa orang bahkan anda sendiri mengetahui apa yang dimaksud dengan illegal logging,,
Banyak yang mengatakan bahwa hutan itu dirusak oleh masyarakat pribumi atau masyarakat di tempat hutan itu berada,,
yang perlu dipertanyakan adalah apakah semua yang ada dalam pikiran anda tentang faktor penyebab hutan itu rusak seperti di atas adalah benar atau salah ???????

Senin, Februari 09, 2009

10 Gejala Pemanasan Global

Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan para pecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.


  • Kebakaran hutan besar-besaran

Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.

  • Situs purbakala cepat rusak

Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini.

  • Ketinggian gunung berkurang

Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.

  • Satelit bergerak lebih cepat

Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.

  • Hanya yang Terkuat yang Bertahan

Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup termasuk manusia.

  • Pelelehan Besar-besaran

Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.

  • Keganjilan di Daerah Kutub

Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub. Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.

  • Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara

Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.

  • Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi

Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.

  • Peningkatan Kasus Alergi

Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.

Diterjemahkan secara bebas dari www.livescience.com

Kredit foto www.earthportal.org

Kecenderungan Pemanasan Bumi Seharusnya Terbalik

Perubahan iklim sebenarnya telah hampir sepenuhnya disadari publik sejak 1980-an, tetapi belakangan ini isu pemanasan global sudah merupakan suatu keadaan baru yang mendesak. Barangkali tidak ada tempat di manapun juga di atas planet ini yang tidak terkena masalah perubahan iklim dan tindakan mendesak yang bersifat memperbaiki perubahan iklim ini lebih dirasakan oleh para ilmuwan dan para pemikir pada Worldwatch Institute (Institut Pemerhati Dunia) yang mana baru saja mengeluarkan laporan tahunannya, State of the World 2009: Into a Warming World (Keadaan Dunia 2009: Memasuki sebuah Dunia yang Panas).

Pada suatu konferensi pers 13 Januari lalu, menandai saat peluncuran buku tersebut, Presiden Worldwatch (Pemerhati Dunia), Christopher Flavin berbicara tentang betapa cepatnya isu perubahan iklim itu berkembang, “tersebar laksana kecepatan cahaya,” seperti yang ia tuliskan.

“Sayangnya, banyaknya perkembangan yang menuju pada peningkatan masalah yang mendesak dan perlunya bertindak lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya,” kata Flavin.

Emisi global meningkat 37 persen sejak 1992, ketika tindakan pertama diambil secara internasional ditujukan kepada perubahan iklim. Kita sedang bergerak “mendekati apa yang disebut ambang batas bahaya terganggunya sistem iklim.”

“Saya terpukul oleh meningkatnya tingkat kekuatiran (di antara) para ilmuwan dan kenyataan yang menyedihkan terhadap lambannya proses negosiasi di antara bangsa-bangsa,” yang telah “menggunakan bermacam alasan yang terus digunakan selama lebih dari satu dekade.”

Keseimbangan Planet Bumi Sudah Tak Seimbang

Pada Bab 1 dalam buku Into a Warming World (Memasuki sebuah Dunia yang Panas) dimulai dengan menceritakan perkembangan baru di daerah utara yang paling dingin: Selama tiga musim semi yang lalu, selama beberapa minggu, air yang menggantikan es tampak pada sebagian besar Artik sehingga memungkinkan kapal mengambil jalan pintas dari Atlantik ke Pasifik, yang biasanya hanya bisa melalui Terusan Panama atau Tanjung Harapan Baik (Cape of Good Hope).

“Sebelumnya tidak pernah ada dalam catatan sejarah manusia kapal yang dapat melakukan perjalanan seperti itu,” tulis Flavin dengan Robert Engelman, yang juga sebagai direktur proyek Worldwatch (Pemerhati Dunia) untuk State of the World 2009.

Sedikit gambaran perubahan yang mengindikasikan meningkatnya pemanasan planet bumi adalah suatu tanda peringatan dari buku. Sudah begitu mendesaknya sehingga kita harus segera mengurangi dan meniadakan emisi gas rumah kaca (Green-House Gas (GHG), sementara pada saat yang sama mempelajari bagaimana menyesuaikan diri pada perubahan iklim, kata dua penasehat ini dalam menyikapi perubahan iklim.

Into a Warming World, memberikan catatan yang terperinci terhadap masalah pemanasan global dalam suatu bahasa yang mudah dimengerti secara umum dan terbebas dari istilah-istilah yang ilmiah, dengan harapan bahwa masalahnya lebih mudah dipahami, sehingga para pemimpin pengambil kebijakan, organisasi-organisasi non pemerintah (NGOs, Non Goverment Organization), para akademisi dan orang-orang yang yang berkepentingan akan dapat benar-benar memahami masalah tersebut dan menuntut dengan tegas suatu perubahan yang terarah.

Dibalik analisa yang ada dan prediksi mengerikan yang dibahas dalam Into a Warming World, terletak harapan pada konferensi iklim internasional yang akan diselenggarakan di Copenhagen akhir 2009, dimana hasil yang dibuat dapat menyelamatkan iklim bagi masa depan peradaban manusia.

Kebutuhan yang mendesak dalam buku tersebut adalah tidak adanya ketergerakan hati untuk mengakhiri “emisi karbon dioksida (CO2) sampai 2050, agar terhindar dari bencana besar akibat terganggunya iklim dunia.” Secara obyektif kelihatannya hampir tidak mungkin terpenuhi. Namun buku tersebut tidaklah menyedihkan seperti yang mungkin Anda duga.

Robert Engelman (kiri), Wakil Presiden Perencanaan Worldwatch Institute, pada peluncuran State of the World 2009: Into a Warming World. W.L. Hare (kanan) (GARY FEUERBERG/THE EPOCH TIMES)

Robert Engelman (kiri), Wakil Presiden Perencanaan Worldwatch Institute, pada peluncuran State of the World 2009: Into a Warming World. W.L. Hare (kanan) (GARY FEUERBERG/THE EPOCH TIMES)

Penulis yang semuanya ada 47 orang itu sangat antusias, bahkan optimis terhadap peluang cara hidup baru bagi penghuni bumi dengan banyak cara:menggunakan energi yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi dalam agrikultur (pertanian) dan kehutanan serta menghadapi kenaikan permukaan air laut dan ancaman kesehatan kaitannya dengan iklim yang lebih panas.

“…berbagai sumber daya, teknologi dan kesanggupan manusia untuk mengubah, semuanya ada di tempat. Sedangkan unsur yang hilang adalah kehendak politis, dan hal tersebut merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui,” kata Flavin dan Engelman.

Para pemimpin lambat dalam bertindak kata James Hansen dari NASA pada 23 Juni 1988, yang kali pertama menyuarakan peringatan sebelum Komite Senat menyatakankan bahwa catatan suhu tahunan bukan bervariasi secara acak tetapi itu diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan gas-gas pencemar (polutan) lain.

Khususnya Amerika Serikat (AS), yang lamban seperti negara lainnya dalam mengambil tindakan, pertama pada 1992 dengan mengadopsi kerangka persetujuan PBB yang mencapai puncaknya di Protokol Kyoto 1997, yang mana keduanya baik pemerintahan Clinton maupun Bush menolak untuk masuk ke dalamnya.

Jurang pemisah untuk berubah semakin lebar dan dalam. Kembali pada saat penanda tanganan Protokol Kyoto, senat AS memberikan suara 95-0 “mencampakkan pengesahan itu dengan alasan bahwa itu akan merugikan ekonomi AS dan meninggalkan negara-negara berkembang, tanpa adanya rasa tanggung jawab membandingkannya secara tidak adil dengan dalih kemajuan ekonomi,” tulis Engelman.

Juga ada alasan-alasan ilmiahnya dan alasan untuk mengelak. Penelitian-penelitian iklim yang tidak dapat terbukti secara pasti menimbulkan sikap skeptis (tidak mudah percaya), sehingga dapat memperpanjang penerimaan terhadap pemanasan global. Namun waktu yang berharga telah hilang selama dua puluh tahun terakhir, emisi global naik dari 1 persen pada 1990-an sampai 3,5 persen setahun selama 2000-2007. Sebagian besar peningkatan dapat dianggap berasal dari Tiongkok.

“…konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfir telah meningkat dengan cepat selama 10 tahun terakhir dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya sejak mulai dilakukan pengukuran pada 1960,” kata W.L. Hare dalam bab 2, seorang ilmuwan iklim dari Institut Postdam Jerman, yang meneliti pengaruh iklim.

Kita akan sangat terlambat, jika tidak segera mengubah kecenderungan ini, peringatan kedua Hansen saat berbicara pada 23 Juni lalu, untuk menandai tepat 20 tahun dikeluarkan peringatannya itu. Kecenderungan emisi sekarang ini akan menaikkan suhu Bumi sampai 4-6°C (7,2-10,8°F) sampai akhir abad, sementara itu bumi sudah memanas lebih dari 0,7°C pada 100 tahun terakhir, kata Hare, peningkatan sebanyak itu berasal dari aktivitas manusia.

Sampai berapa tingkat “aman” dari pemanasan tersebut? Kesepakatan bersama dari para ilmuwan atas pertanyaan ini mengacu pada 1,3-1.4°C di atas tingkat era awal industri sekitar 1750. Di atas tingkat ini, maka risiko kekacauan sebagian besar ekosistem adalah yang paling utama, bahkan memungkinkan melelehnya hamparan es Greenland atau Antartika Barat.

“Sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa bahkan pada suatu pemanasan 2°C pun sudah merupakan risiko yang tidak dapat diterima dalam menyelamatkan sistem alam dan manusia,” kata Hare. Pengurangan emisi secara besar-besaran sangat diperlukan untuk mencapainya, tetapi yang secara teknis memungkinkan untuk mudah dilakukan. Jadi sekitar 1°C cocok untuk pemanasan global, Hare menyimpulkan bahwa emisi GHG akan mencapai puncaknya sebelum 2020 dan kemudian turun sampai 85 persen sampai 2050 di bawah tingkat emisi 1990, “Dan terus mengalami pengurangan sampai di bawah tingkat sekarang ini.”

Banyak strategi yang sedang dikembangkan dan dibahas dalam buku untuk mencapai tujuan ini. Satu contoh yang dibahas secara panjang lebar adalah untuk mengubah pertanian dan lahan garapan (terutama yang diperoleh dengan cara memangkas hutan) “untuk mendinginkan planet.”

Pada Bab 3, kami mempelajari bahwa lahan garapan dan lahan garapan peralihan (yang berasal dari hutan) tercatat kurang lebih “31 persen dari total emisi GHG yang dipancarkan manusia ke atmosfir,” menurut Sara J. Scherr dan Sajal Sthapit dari Eko-agrikultur. Mereka mengatakan bahwa sekarang ini memungkinkan bagi tumbuhnya tanam-tanaman untuk “memindahkan sejumlah besar karbon dari atmosfir serta menyimpannya dalam tumbuh-tumbuhan dan tanah…” dan ini adalah tindakan yang perlu sekali dilakukan untuk menopang makanan dan menghasilkan hutan dalam menanggapi perubahan iklim.

Salah satu metode yang dibahas adalah beralih dari pupuk anorganik ke pupuk organik, karena pupuk anorganik menyebabkan terlepasnya miliaran ton GHG setiap tahun. Mereka mengutip sebuah percobaan selama 23 tahun yang dilakukan oleh Institut Rodale yang menemukan bahwa dengan mengubahnya kembali ke organik, lahan pertanian jagung dan kacang kedelai seluas 65 juta hektare dapat menyita seperempat miliar ton karbon dioksida (CO2).

Peternakan merupakan sebuah faktor besar dalam emisi GHG dengan prosentasi 50 persen terhadap agrikultur dan lahan garapan peralihan. Kami mempelajari bahwa seekor sapi pada peternakan sapi “bertanggung jawab lebih banyak mengemisikan GHG dalam setahun dibandingkan dengan seseorang yang mengendarai sebuah mobil ukuran sedang sejauh 8.000 mil.” Penulis menyimpulkan mengurangi konsumsi daging sangat dibutuhkan pada masa mendatang, sebagaimana strategi dalam agrikultur.

Tiongkok dan Amerika berperan dalam emisi GHG

Sebagai negara yang perkembangannya paling cepat, Tiongkok merupakan sebuah keprihatinan khusus pada masa sekarang ini dan berpotensi mengemisikan GHG, kata Yingling Liu, dari Institut Worldwatch, di “Koneksi Iklim,” suatu bab khusus dari Into a Warming World. Tiongkok diperkirakan menghasilkan 24 persen dari GHG global, melebihi porsi AS yang 21 persen, tulis Liu.

Sekitar 85 persen emisi GHG Tiongkok berkaitan dengan ketergantungannya padabatu-bara sebagai energi. Kelihatan bahwa emisi GHG Tiongkok akan terus tumbuh selama kecepatan pertumbuhan ekonominya terus berlangsung, sehingga berdampak pada kondisi lingkungan global.

Tentu saja, berdasarkan perkapita Tiongkok jauh di bawah AS dalam emisi GHG-nya. Walaupun kami bersalah terhadap pemanasan global, karena selama ini AS menunjukkan perlawanan untuk melaksanakan pengurangan emisi, yang mana “secara tidak diragukan merupakan satu-satunya rintangan terbesar bagi tindakan internasional atas masalah tersebut,” kata Engelman.

Harapan tertumpu pada Kopenhagen

Para pemimpin negara-negara yang berperan sebagai pengambil kebijakan perlu memutuskan dalam bulan-bulan mendatang, sehingga mereka siap untuk bergerak cepat saat bertemu di konferensi Kopenhagen untuk konvensi perubahan iklim.

Secara kasar diperkirakan ada 200 bangsa bertemu pada Desember yang akan menyusun suatu protokol baru untuk mengganti Kyoto, yang sudah habis masa berlakunya pada 2012. Buku tersebut menyimpulkan bahwa mereka perlu sungguh-sungguh memutuskan bahwa bukan hanya krisis keuangan global seperti yang sudah kita alami sebelumnya, atau perang di Timur Tengah, atau kemiskinan dan kelaparan yang melanda dunia, atau serangan teroris yang lain, sehingga membuat mereka tidak mau melakukan pengelolaan emisi karbon dan harus memandang ancaman terhadap planet bumi sebagai prioritas nomor satu atau minimun sama kedudukannya dengan krisis-krisis lain.

“Persetujuan iklim apapun yang dibangun atas dasar kepura-puraan demi kemakmuran global semata perlu diberi sangsi hukum atas kelalaiannya,” kata Flavin dan Engelman. (pls)

Fakta Tentang Bumi

Bagi kita yang hidup di atas bumi, mungkin Anda beranggapan kita sudah sangat memahami hal ihwal kehidupan di planet ini, tapi, belum tentu, ada sejumlah fakta yang mungkin belum Anda ketahui. Mungkin sekilas tidak terlintas dalam benak Anda, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui yang dikutip dari Beijing Technology. Coba Anda jawab sejenak, lihat seberapa luas pemahaman Anda tentang masalah ini.

Apakah dalam satu hari itu akan selalu 24 jam ?
Pada 1000 tahun silam, satu hari di bumi hanya 18 jam sehari, dari hari ke hari rotasi bumi semakin lamban, dan dalam satu hari sekarang adalah 24 jam, menurut perhitungan ilmuwan, bahwa kelak di masa yang akan datang, dalam satu hari di bumi akan menjadi 960 jam!

Berapa luas permukaan bumi ?
Luas permukaan bumi adalah 510,1 juta km persegi.

Berapa luas padang pasir di bumi?
Kurang lebih 1/3 areal bumi merupakan padang pasir, jika manusia tidak membatasi terhadap perilaku individu, maka padang-pasir akan semakin meluas. Gurun Sahara di Afrika Utara adalah padang pasir yang terluas di dunia, adalah 23 kali ubik air tawar tersimpan di bumi, hampir setengahnya dalam setengah mil dekat permukaan bumi. Di permukaan Mars juga banyak terdapat air, namun, hingga saat ini air yang terdeteksi berupa zat padat, tidak ada yang tahu secara pasti berapa banyak sesungguhnya kandungan air yang terdapat di sana.

Dimana kawasan di bumi yang rentan terjadi gempa dan letusan gunung berapi ?
Sebagian besar gempa bumi dan gunung berapi terjadi di 12 titik perbatasan lempeng bumi, dan sedikit banyak mereka bergerak di permukaan bumi. Namun, salah satu lempeng yang paling aktif adalah lempeng Samudera Pasifik, kawasan perbatasan yang mengelilingi lempeng ini kerap terjadi gempa dan letusan gunung berapi, karena itu disebut juga daerah gempa dan gunung berapi Samudera Pasifik, dari Jepang hingga Alaska sampai ke Amerika Selatan, jangkauan kawasan ini sangat luas.

Apakah inti dalam bumi itu zat padat ?
Menurut kabar, bahwa inti dalam bumi itu sebagiannya adalah benda padat, namun, karena suhu yang terlalu tinggi sehingga di sekeliling pusat bumi telah lumer, kita tidak pernah sampai di pusat bumi, karena itu ilmuwan juga tidak dapat mengomposisinya secara pasti dan akurat. Baru-baru ini ada ilmuwan yang mengemukakan sebuah konsep yang berani dan cukup menarik, yaitu membuat sebuah lubang dengan bor, kemudian memasukkan sebuah detektor untuk menyelidiki lebih banyak perihal bagian dalam bumi.

Berapa kecepatan angin yang tercepat di permukaan bumi?
Kecepatan angin “normal” yang paling cepat di permukaan bumi mencapai 372 km/jam, ini adalah catatan yang tercatat pada 12 April 1934 di Washington Mountain negara bagian New Hampshire, AS. Namun, dalam suatu Tornado yang terjadi di Oklahoma pada Mei 1995 silam, kecepatan angin tercepat yang terdeteksi peneliti mencapai 513 km/jam, dan sebagai perbandingan, daerah angin di planet Neptunus paling cepat dapat mencapai 1448 km/jam.

Bagaimana kembang api yang berwarna warni itu terbentuk ?
Kembang api yang dimainkan pada hari raya beragam corak dan warna, itu adalah warna yang tercipta dari mineral di bumi. Strontium dapat menghasilkan warna merah tua, tembaga menghasilkan warna biru, natrium menghasilkan warna kuning, serbuk besi dan arang menghasilkan percikan api kuning keemasan, kilatan cahaya yang terang dan bunyi yang nyaring berasal dari serbuk aluminium.

Berapa total emas yang dihasilkan di dunia ?
Secara total emas yang dihasilkan di dunia lebih dari 193 ribu ton (metrik ton), jika semua emas ini ditimbun jadi satu, dapat menumpuk sebuah susunan gedung empat persegi setinggi 7 lantai. Afrika dan Amerika Serikat adalah dua negara penghasil emas, Afrika Selatan menghasilkan 5300 ton emas/tahun, dan Amerika Serikat menghasilkan lebih dari 3200 ton /tahun.

Dimana tempat yang paling dingin dan panas di bumi ?
Anda keliru, jika menurut Anda bahwa lembah mati di Kalifornia, AS, adalah tempat yang paling panas di dunia, dalam satu tahun selama waktu yang relatif lama di sana sangat panas, namun, tempat terpanas yang tercatat adalah di sebuah daerah di Libya, pada 13 September 1922, suhu di sana mencapai 57.8 derajat Celcius, ini adalah nilai tertinggi dalam catatan suhu sejak itu. Pada 10 Juli 1913, suhu tertinggi di lembah mati Kalifornia, AS, mencapai 54 derajat Celcius. Daerah dengan suhu terendah di dunia adalah di pusat timur Kutub Selatan, suhu pada 21 Juli 1983 mencapai 89 derajat dibawah nol Celcius.

Bagaimana guntur itu terjadi ?
Jika menurut Anda disebabkan oleh petir, benar juga, namun, anggapan yang tepat adalah karena suhu udara di sekitar petir naik secara drastis, kurang lebih 5 kali lipatnya suhu matahari. Pemanasan yang tiba-tiba menyebabkan kecepatan udara mengembang lebih pesat dibanding velositas bunyi, ini akan mengompres udara di sekitar dan membentuk gelombang kejut, dengan demikian kita bisa mendengar suara guntur.