Rabu, Maret 11, 2009

MENYELESAIKAN BANJIR SAMARINDA

Oleh Dwi Ilmyono, 2008

BPDAS-Mahakam Berau, Samarinda

  1. Pengertian Banjir

Banjir adalah peristiwa meluapnya aliran air di atas kapasitas maksimum sistem aliran yang tersedia, sehingga mengakibatkan tergenanginya daerah sekitar aliran yang permukaannya lebih rendah (over capacity). Peristiwa ini biasanya terjadi pada musim hujan yang intensitasnya berada di atas normal dan waktu hujan yang cukup lama. Banjir tidak perlu ditakuti namun keberadaannya perlu disiasati dan dipelajari agar kejadian banjir dapat dikelola untuk diambil manfaatnya atau diselesaikan secara permanen agar tidak menyebabkan terjadinya masalah.

  1. Variabel Input Banjir

Kejadian banjir di kota Samarinda didukung oleh beberapa faktor input yang terdapat di lapangan, dan merupakan karakteristik sub DAS Karang Mumus diantaranya :

    • DTA DAS

Kota Samarinda secara geografis terletak pada daerah hilir sub DAS Karang Mumus yang memiliki luas DTA sekitar 32.000 hektar, bentuk jaringan alirnya pendek, bentuk konfigurasi DAS trapezium panjang, sepertiga bagian hilir memiliki elevasi alir mendekati nol dpl laut, dengan kapasitas tampung hujan cukup besar, berdasarkan tipologi ini memungkinkan sub DAS Karang Mumus memperoleh jumlah air hujan yang besar pada saat musim hujan dan akan menyebabkan banjir apabila kapasitas sistem drinase tidak memadai, dalam kondisi seperti ini pada suatu kawasan perlu dibuat sistem drinase ideal agar terjadi kesetimbangan alir guna membebaskan deposit air aliran yang ada secara permanen .

    • Karakter hujan

Perilaku hujan secara alamiah di masing-masing daerah tangkapan air sangat berbeda, faktor hujan yang menyebabkan banjir adalah tingginya intensitas hujan, hal ini tidak bisa dikendalikan, karena yang terjadi adalah faktor absolute alamiah hujan, semakin tinggi nilai intensitas hujan per satuan waktu pada suatu kawasan, akan berdampak semakin besarnya angka volume hujan yang diterima oleh kawasan, inilah besarnya deposit air potensial sebagai faktor penyebab banjir.

    • Sistem Drainase

Sistem drainase merupakan model mobilisasi deposit air pada suatu kawasan dari permukaan yang tinggi menuju kepermukaaan yang lebih rendah hingga ke outlet melalui sistem jaringan alir. Semakin baik sistem drainase kawasan akan dapat mengatur perpindahan air dari hulu hingga ke hilir dan semakin besar nilai sudut elevasi alir suatu sistem drainase, akan sangat mempengaruhi kecepatan aliran air pada suatu sistem aliran. Dalam hal ini posisi tawar alir sistem drainase kota Samarinda perlu dikaji ulang, karena berada pada daerah litoral dan nilai gradien aliran mendekati nol.

    • Kapasitas Alir

Kapaitas Alir Alamiah jaringan alir merupakan nilai absolute aliran suatu sistem drainase DAS, nilai aliran ini dapat diubah jika diperlukan. Posisi tawar kapasitas alir dapat dikatakan baik apabila dapat mengalirkan semua volume air hujan yang diterima pada suatu DAS dalam jumlah besar per satuan waktu, tanpa menyebabkan banjir. Kapsitas alir riil sungai-sungai yang terdapat di kota Samarinda berdasarkan realita berada dibawah detik alir maksimum, dalam kondisi seperti ini akan menyebabkan terjadinya banjir karena ada selisih positif aliran air pada saat musim hujan yang disebut nilai over capacity. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas alir sungai adalah luas penampang sistem aliran, sudut elevasi sistem aliran, posisi outlet dan tingkat liquida air.

    • Karakter geomorfologi

Keberadaan geomorfologi kawasan DAS mempengaruhi perilaku aliran air dari hulu hingga ke daerah hilir. Kota Samarinda berada di antara perbukitan Batu Besaung, Air Putih, Sungai Lantung dan termasuk dalam sistem lahan kahayan yang merupakan daerah rawa belakang. Berdasarkan hal tersebut secara alamiah kota Samarinda terdapat banyak rawa yang dipakai sebagai terminal air (water storages) bila terjadi hujan, tetapi oleh karena perilaku manusia mengakibatkan daerah resapan air rusak atau baralih fungsi sebagai daerah timbunan sehingga kumpulan air yang biasanya singgah di rawa pada musim hujan akhirnya bergerak ke tempat lain yang dimungkinkan, ingat hukum kekekalan zat, setiap benda memiliki massa dan menempati ruang, maka semakin liquid bentuk benda akan lebih mudah bergarak ke tempat sekitarnya hingga mencapai perataan normal.

    • Land Cover.

Peranan land cover pada suatu DAS sangat besar dalam menghambat laju gerakan runoff air hujan, untuk itu perlu ditinjau kondisi land cover DTA DAS Karang Mumus sebagai penyangga resap air tanah kota Samarinda pada musim hujan, apakah masih memenuhi standar atau tidak, jika keadaannya kurang baik maka perlu dilakukan revegetasi pada lokasi yang terbuka. Tindakan ini perlu dilakukan guna meningkatkan nilai hambatan runoff dan meningkatkan waktu resap air ke dalam tanah. Keberhasilan membangun land cover pada suatu DAS akan meningkatkan volume resap air ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi jumlah aliran air permukaan.

    • Jenis tanah

Jenis tanah pada suatu DAS mempengaruhi tingkat kemampuan dan daya resap air ke dalam tanah, terutama sifat porusitasnya, hal ini perlu dicermati seberapa besar nilai permiabilitas tanah kota Samarinda yang dapat mempengaruhi resapan air tanah, namun perlu diingat bahwa tanah tetap memiliki tingkat jenuh resap air, ketika tanah berada pada keadaan jenuh air maka pori-pori tanah tidak memiliki fungsi resap lagi dan dapat menyebabkan terjadinya runoff.

    • Perilaku masyarakat

Masyarakat DAS adalah Stakeholder DAS yang perlu ikut serta mensukseskan sistem berikut pemeliharaan sendi-sendi DAS, disini akan terlihat sampai sejauh mana peranan dan aktivitas masyarakat dalam DAS. Secara umum diharapkan dinamika DAS dan budaya masyarakatnya harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan sendi-sendi DAS tanpa mengalami gangguan, sehingga sistem drainase maupun keberadaan DAS dapat normal.

    • Perilaku pemerintah

Perilaku pemerintah sangat memegang peranan dalam menagani banjir, karena dipemerintah terdapat perencanaan dan pembiayaan pembangunan hingga pelaksanaan penanganan banjir. Untuk itu pemerintah harus berkerja secara optimal dalam menangani kawasannya, bagaimana cara yang ideal harus ditempuh untuk mengatasi kota terbebas dari banjir. Sangat disayangkan apabila dalam suatu kawasan DAS ada kota atau pemukiman, pemerintahan maupun stakeholder lainnya tetapi terjadi banjir yang tak terselesaikan seperti kota Samarinda.


3. Penyelesaian Banjir

Pembangunan lanjutan kota Samarinda kurang lebih mengikuti pepatah nasi sudah menjadi bubur atau boleh disebut membangun kota tanpa perencanaan yang berkualitas sehingga harus kedodoran menghadapi banjir, karena pola pembangunan mengikuti konsep pemukiman nelayan, di mana rumahnya harus bersinggungan dengan air. Namun demikian penyelesaian banjir kota Samarinda tidaklah sulit, kita harus berjuang mengikuti pepatah, seperti tak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Untuk itu dalam menyelesaikan. banjir kota Samarinda perlu kajian yang menyeluruh, tidak perlu sampai berguru ke negeri Kincir Angin, sebab hukum hidrodinamika beserta aplikasinya sudah ada di Samarinda, tinggal kita yang menggunakan dan mendesain di lapangan perlu ketelitian dalam operasi analisis agar dapat mengambil kesimpulan dengan nilai payoff yang optimal. Dari studi analisis ini akan diperoleh nilai over capacity suatu sistem drainase yang akan dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan keputusan dan recommended development model penyelesaian banjir. Demikian penyampaian kami kiranya secuil pendapat ini dapat membantu dalam menyelesaikan banjir Samarinda maupun daerah lainnya.